Selasa, 26 Juni 2012
Kamis, 14 Juni 2012
Senin, 09 April 2012
Mengingat Mati
Adakah orang yang mendebat kematian dan sakaratul maut? Adakah orang
yang mendebat kubur dan azabnya? Adakah orang yang mampu menunda
kematiannya dari waktu yang telah ditentukan? Mengapa manusia takabur
padahal kelak akan dimakan ulat? Mengapa manusia melampaui batas padahal
di dalam tanah kelak akan terbujur? Mengapa berandai-andai, padahal
kita mengetahui kematian akan datang secara tiba-tiba?
“Sesungguhnya kematian adalah haq, pasti terjadi, tidak dapat disangkal lagi. Allah Subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya.” (QS: Qaaf: 19)
Adalah salah bila seseorang yang mengira bahwa kematian itu hanya ke-fana-an semata dan ketidak-adaan secara total yang tidak ada kehidupan, perhitungan, hari dikumpulkan, kebangkitan, surga atau neraka padanya!! Sebab andaikata demikian, tentulah tidak ada hikmah dari penciptaan dan wujud kita. Tentulah manusia semua sama saja setelah kematian dan dapat beristirahat lega; mukmin dan kafir sama, pembunuh dan terbunuh sama, si penzhalim dan yang terzhalimi sama, pelaku keta’atan dan maksiat sama, penzina dan si rajin shalat sama, pelaku perbuatan keji dan ahli takwa sama.
Pandangan tersebut hanyalah bersumber dari pemahaman kaum atheis yang mereka itu lebih buruk dari binatang sekali pun. Yang mengatakan seperti ini hanyalah orang yang telah tidak punya rasa malu dan menggelari dirinya sebagai orang yang bodoh dan ‘gila.’ (Baca: QS: At-Taghabun:7, QS: Yaasiin: 78-79)
Kematian adalah terputusnya hubungan ruh dengan badan, kemudian ruh berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dan seluruh lembaran amal ditutup, pintu taubat dan pemberian tempo pun terputus.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya Alloh menerima taubat seorang hamba selama belum sekarat.” (HR: At-Turmu-dzi dan Ibn Majah, dishahihkan Al-Hakim dan Ibn Hibban)
Kematian Merupakan Musibah Paling Besar!!
Kematian merupakan musibah paling besar, karena itu Alloh Subhanahu Wa Ta’ala menamakannya dengan ‘musibah maut’ (QS: Al-Maidah:106). Bila seorang hamba ahli keta’atan didatangi maut, ia menyesal mengapa tidak menambah amalan shalihnya, sedangkan bila seorang hamba ahli maksiat didatangi maut, ia menyesali atas perbuatan melampaui batas yang dilakukannya dan berkeinginan dapat dikembalikan ke dunia lagi, sehingga dapat bertaubat kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan memulai amal shalih. Namun! Itu semua adalah mustahil dan tidak akan terjadi!! (Baca: QS: Fushshilat: 24, QS: Al-Mu’minun: 99-100)
Ingatlah Penghancur Segala Kenikmatan!!
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan agar banyak mengingat kematian. Beliau bersabda, yang artinya: “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (maut)” (HR: At-Tirmidzi, hasan menurutnya). Imam Al-Qurthubi rahimahulloh berkata, “Para ulama kita mengatakan, ucapan beliau, “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan”, merupakan ucapan ringkas tapi padat, menghimpun makna peringatan dan amat mendalam penyampaian wejangannya. Sebab, orang yang benar-benar mengingat kematian, pasti akan mengurangi kenikmatan yang dirasakannya saat itu, mencegahnya untuk bercita-cita mendapatkannya di masa yang akan datang serta membuatnya menghindar dari mengangankannya, sekalipun hal itu masih memungkinkannya.
Namun jiwa yang beku dan hati yang lalai selalu memerlukan wejangan yang lebih lama dari para penyuluh dan untaian kata-kata yang meluluhkan sebab bila tidak, sebenarnya ucapan beliau tersebut dan firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Ali ‘Imran ayat 185, (artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”) sudah cukup bagi pendengar dan pemerhati-nya.!!”
Siapa Orang Yang Paling Cerdik?
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai orang ke sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Alloh, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR: Ath-Thabrani, dishahihkan al-Mundziri)
Faedah Mengingat Kematian
Di antara faedah mengingat kematian adalah:
•Mendorong diri untuk bersiap-siap menghadapi kematian sebelum datangnya.
•Memperpendek angan-angan untuk berlama-lama tinggal di dunia yang fana ini, karena panjang angan-angan merupakan sebab paling besar lahirnya kelalaian.
•Menjauhkan diri dari cinta dunia dan rela dengan yang sedikit.
•Menyugesti keinginan pada akhirat dan mengajak untuk berbuat ta’at.
•Meringankan seorang hamba dalam menghadapi cobaan dunia.
•Mencegah kerakusan dan ketamak-an terhadap kenikmatan duniawi.
•Mendorong untuk bertaubat dan mengevaluasi kesalahan masa lalu.
•Melunakkan hati, membuat mata menangis, memotivasi keinginan mempelajari agama dan mengusir keinginan hawa nafsu.
•Mengajak bersikap rendah hati (tawadhu’), tidak sombong, dan berlaku zhalim.
•Mendorong sikap toleransi, me-ma’afkan teman dan menerima alasan orang lain.
“Sesungguhnya kematian adalah haq, pasti terjadi, tidak dapat disangkal lagi. Allah Subhanahu wata’ala berfirman, artinya, “Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari dari padanya.” (QS: Qaaf: 19)
Adalah salah bila seseorang yang mengira bahwa kematian itu hanya ke-fana-an semata dan ketidak-adaan secara total yang tidak ada kehidupan, perhitungan, hari dikumpulkan, kebangkitan, surga atau neraka padanya!! Sebab andaikata demikian, tentulah tidak ada hikmah dari penciptaan dan wujud kita. Tentulah manusia semua sama saja setelah kematian dan dapat beristirahat lega; mukmin dan kafir sama, pembunuh dan terbunuh sama, si penzhalim dan yang terzhalimi sama, pelaku keta’atan dan maksiat sama, penzina dan si rajin shalat sama, pelaku perbuatan keji dan ahli takwa sama.
Pandangan tersebut hanyalah bersumber dari pemahaman kaum atheis yang mereka itu lebih buruk dari binatang sekali pun. Yang mengatakan seperti ini hanyalah orang yang telah tidak punya rasa malu dan menggelari dirinya sebagai orang yang bodoh dan ‘gila.’ (Baca: QS: At-Taghabun:7, QS: Yaasiin: 78-79)
Kematian adalah terputusnya hubungan ruh dengan badan, kemudian ruh berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dan seluruh lembaran amal ditutup, pintu taubat dan pemberian tempo pun terputus.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya: “Sesungguhnya Alloh menerima taubat seorang hamba selama belum sekarat.” (HR: At-Turmu-dzi dan Ibn Majah, dishahihkan Al-Hakim dan Ibn Hibban)
Kematian Merupakan Musibah Paling Besar!!
Kematian merupakan musibah paling besar, karena itu Alloh Subhanahu Wa Ta’ala menamakannya dengan ‘musibah maut’ (QS: Al-Maidah:106). Bila seorang hamba ahli keta’atan didatangi maut, ia menyesal mengapa tidak menambah amalan shalihnya, sedangkan bila seorang hamba ahli maksiat didatangi maut, ia menyesali atas perbuatan melampaui batas yang dilakukannya dan berkeinginan dapat dikembalikan ke dunia lagi, sehingga dapat bertaubat kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan memulai amal shalih. Namun! Itu semua adalah mustahil dan tidak akan terjadi!! (Baca: QS: Fushshilat: 24, QS: Al-Mu’minun: 99-100)
Ingatlah Penghancur Segala Kenikmatan!!
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan agar banyak mengingat kematian. Beliau bersabda, yang artinya: “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan (maut)” (HR: At-Tirmidzi, hasan menurutnya). Imam Al-Qurthubi rahimahulloh berkata, “Para ulama kita mengatakan, ucapan beliau, “Perbanyaklah mengingat penghancur kenikmatan”, merupakan ucapan ringkas tapi padat, menghimpun makna peringatan dan amat mendalam penyampaian wejangannya. Sebab, orang yang benar-benar mengingat kematian, pasti akan mengurangi kenikmatan yang dirasakannya saat itu, mencegahnya untuk bercita-cita mendapatkannya di masa yang akan datang serta membuatnya menghindar dari mengangankannya, sekalipun hal itu masih memungkinkannya.
Namun jiwa yang beku dan hati yang lalai selalu memerlukan wejangan yang lebih lama dari para penyuluh dan untaian kata-kata yang meluluhkan sebab bila tidak, sebenarnya ucapan beliau tersebut dan firman Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dalam surat Ali ‘Imran ayat 185, (artinya, “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati”) sudah cukup bagi pendengar dan pemerhati-nya.!!”
Siapa Orang Yang Paling Cerdik?
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai orang ke sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Alloh, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR: Ath-Thabrani, dishahihkan al-Mundziri)
Faedah Mengingat Kematian
Di antara faedah mengingat kematian adalah:
•Mendorong diri untuk bersiap-siap menghadapi kematian sebelum datangnya.
•Memperpendek angan-angan untuk berlama-lama tinggal di dunia yang fana ini, karena panjang angan-angan merupakan sebab paling besar lahirnya kelalaian.
•Menjauhkan diri dari cinta dunia dan rela dengan yang sedikit.
•Menyugesti keinginan pada akhirat dan mengajak untuk berbuat ta’at.
•Meringankan seorang hamba dalam menghadapi cobaan dunia.
•Mencegah kerakusan dan ketamak-an terhadap kenikmatan duniawi.
•Mendorong untuk bertaubat dan mengevaluasi kesalahan masa lalu.
•Melunakkan hati, membuat mata menangis, memotivasi keinginan mempelajari agama dan mengusir keinginan hawa nafsu.
•Mengajak bersikap rendah hati (tawadhu’), tidak sombong, dan berlaku zhalim.
•Mendorong sikap toleransi, me-ma’afkan teman dan menerima alasan orang lain.
Kematian semakin dekat
KEMATIAN SEMAKIN DEKAT
KEMANAPUN KAMU PERGI PASTI AKAN DIJEMPUT
Ditulis oleh:
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbori
-Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya-
Darul Hadits Dammaj, 15 Dzulhijjah 1432H
Abu Ahmad Muhammad bin Salim Al-Limbori
-Semoga Allah mengampuni dosa-dosanya-
Darul Hadits Dammaj, 15 Dzulhijjah 1432H
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
بسم الله الرحمن الرحيم
Ketika kaum Rowafidh –semoga Allah membinasakan mereka- merencanakan makar terhadap Darul Hadits Dammaj dan berupaya untuk menguasainya bersamaan dengan itu kaum hizbiyyun yang dipelopori oleh Abdurrahman bin Mar’i Al-Adni dan jaringannya dintara mereka Luqman bin Muhammad Ba’abduh dan komplotannya bergerak pula dengan menjalankan makar terhadap Darul Hadits Dammaj. Kalau kaum Rowafidh –semoga Allah menutunkan azab kepada mereka- melakukan
makar berupa gerakan persenjataan dan embargo, sedangkan kaum hizbiyyun
melakukan makar berupa politik adu domba. Kedua kelompok tersebut
memiliki kesamaan visi dan misi dalam melakukan makar terhadap Darul
Hadits Dammaj yaitu supaya para penuntut ilmu keluar dari Darul Hadits
Dammaj dan disamping itu mereka terus mencegah agar orang-orang tidak
menuntut ilmu di Darul Hadits Dammaj.
Disaat kaum Rawafidh –semoga Allah menurunkan malapetaka kepada mereka- semakin
terlihat memiliki ambisi besar untuk menguasai Darul Hadits Dammaj maka
para hizbiyyin yang masih tersisa di Darul Hadits Dammaj satu persatu
mulai meninggalkan Dammaj [1],
begitu pula para pengkhianat dakwah ketika menyaksikan bahwa kaum
Rawafidh sangat berambisi untuk menguasai Dammaj mulailah para
pengkhianat tersebut menyusun rencana untuk kabur dari Darul Hadits
Dammaj, padahal sebelumnya mereka berkata: “Kami akan lama di Dammaj,
kami mau membeli rumah di Dammaj! kami mau benar-benar menuntut ilmu di
Dammaj! kami….dan kami….” Sebelum kabur dari Dammaj mereka ditanya:
Katanya mau lama di Dammaj? Mereka menjawab: “Kami akan balik ke Dammaj,
kami mau safar karena begini dan begitu… kami mau balik ke Dammaj
segera… kami dan kami….”.
Ketika kaum Rowafidh –semoga Allah membinasakan mereka- telah mengepung Darul Hadits Dammaj dan telah menguasai jalan masuk ke Darul Hadits Dammaj dan ahlussunnah
yang ada di Darul Hadits Dammaj semakin terjepit dan terkepung maka
para hizbiyyun dan para pengkhianat tersebut bersyukur dan bergembira
karena mereka sudah keluar dari Dammaj sehingga tidak merasakan apa yang
telah dirasakan oleh ahlussunnah di Dammaj, maka kami katakan
sebagaimana Robb kami berkata:
﴿كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ﴾ [آل عمران: 185]
“Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian” (Al-Baqarah: 185).
Ketahuilah bahwasanya kematian adalah
suatu kepastian yang tidak bisa dimajukan dan dimundurkan dengan cara
bagaimanapun dan kami menyadari pula bahwa kematian akan terus mendekat
kepada kami, kepada para hizbiyyin dan kepada para pengkhianat serta
kepada siapa saja yang masih bernyawa, oleh karena itu maka kami katakan: “KEMATIAN SEMAKIN DEKAT, KEMANAPUN KAMU PERGI PASTI AKAN DIJEMPUT”.
وَصَلّى الله عَلَى نَبِيِّنا مُحَمّدٍ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسلَّم، والحمدُ لله رَبِّ العالَمِيْنَ.
Ditulis oleh Hamba yang Faqir Abu Ahmad Muhammad bin Salim –semoga Allah mengampuni dosa-dosanya- pada malam Kamis di Maktabah Darul Hadits Dammaj-Sha’dah-Yaman, 15 Dzulhijjah 1432 Hijriyyah.
BAB II
KABAR GEMBIRA BAGI YANG MATI KARENA DIBUNUH
OLEH ANJING-ANJING NERAKA
KABAR GEMBIRA BAGI YANG MATI KARENA DIBUNUH
OLEH ANJING-ANJING NERAKA
Suatu kebahagian tersendiri bagi para
orang tua bila mereka memiliki buah hati mati karena dibunuh oleh kaum
khawarij (baik itu khawarij dari kalangan rawafidh atau yang selainnya),
berkata Al-Imam Ahmad –semoga Allah merahmatinya-: Telah
menceritakan kepadaku Waki’, beliau berkata: Telah menceritakan kepadaku
Hammad bin Salamah dari Abu Ghalib dari Abu Umamah bahwasanya beliau
melihat kepala-kepala yang terpajang di atas tangga-tangga masjid
Dimasyqi, lalu beliau berkata:
كِلَابُ النَّارِ كِلَابُ
النَّارِ ثَلَاثًا شَرُّ قَتْلَى تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ خَيْرُ قَتْلَى
مَنْ قَتَلُوهُ ثُمَّ قَرَأَ ﴿يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ
وُجُوهٌ﴾
“Anjing-anjingnya neraka, anjing-anjingnya neraka” beliau mengatakannya tiga kali “Sejelek-jelek
orang yang terbunuh di bawah kolong langit (adalah mereka) dan
sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang-orang yang dibunuh oleh mereka” Kemudian Abu Umamah membaca ayat: “Pada hari yang di waktu itu ada muka yang putih berseri dan ada pula muka yang hitam muram“. Maka Abu Ghalib bertanya kepada Abu Umamah: Apakah engkau mendengarkannya dari Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam-? Abu Umamah menjawab: Kalaulah aku tidak mendengarnya dari Rasulullah –Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam- dua
kali, tiga kali, empat kali, lima kali, enam kali atau tujuh kali maka
aku tidak akan menceritakannya kepada kalian. (Hadit ini diriwayatkan
pula oleh At-Tirmidzi dan beliau berkata: Hadits ini adalah hasan).
Dari hadits tersebut maka kami
memberikan sedikit hiburan kepada saudara-saudara kami kaum muslimin di
Maluku atau di manapun mereka berada yang pernah mereka menjadi korban
berupa pembantaian atau penganiayaan dari para penjahat LJ (laskar
jihad) dan para teroris lainnya.
Bila hadits tersebut dibawa kepada pemahaman mantan wakil LJ yang bernama Luqman bin Muhammad Ba’abduh (penulis buku “Mereka Adalah Teroris”)
maka tentu sangat menguntungkan bagi siapa saja yang menjadi korban
kejahatan mereka, karena mantan wakil panglima ketika membedah bukunya
tersebut ditanya: Apakah orang yang mereka bunuh walaupun pelaku syirik
akan masuk dalam hadits tersebut? Maka mantan wakil LJ Luqman bin
Muhammad Ba’abduh menjawab: “Tergantung kehendaknya Allah, bila Dia azab
maka diazab”.
Dari jawaban tersebut tampak
kebodohannya terhadap aqidah dan manhaj ahlussunnah wal jama’ah, di
dalam Al-Qur’an sangat jelas perkataan Allah Ta’ala:
﴿إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ
يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ
بِاللهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا﴾ [النساء: 48]
“Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (An-Nisa’: 48). Dan Allah Ta’ala berkata pula:
﴿إِنَّ اللهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ
يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ
بِاللهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا﴾ [النساء: 116]
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni
dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan-Nya, dan Dia mengampuni dosa yang
selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang
mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya dia telah tersesat sejauh-jauhnya”. (An-Nisa’: 116).
Kalau seseorang berpemahaman seperti
yang telah dipahami oleh mantan wakil panglima LJ tersebut maka sungguh
beruntung orang-orang musyrik (yang menyekutukan Allah) yang ada di Bali
ketika dibom oleh para teroris, atau sangat beruntung pula para anggota
RMS (Republik Maluku Sarani) yang dibunuh oleh teroris yang menamakan
diri mereka dengan LJ (laskar jihad)?!! Apa demikian pemahaman yang
benar???!!! Tentu jawabannya tidak demikian, karena Allah Ta’ala telah berkata tentang orang-orang yang menyekutukan-Nya:
﴿وَقَدِمْنَا إِلَى مَا عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا﴾ [الفرقان: 23]
“Dan Kami hadapkan segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan”. (Al-Furqan: 23).
BAB III
KABAR GEMBIRA BAGI YANG MATI DI ATAS JALAN MENUNTUT ILMU
KABAR GEMBIRA BAGI YANG MATI DI ATAS JALAN MENUNTUT ILMU
Tidaklah membuat kami dan saudara-saudara kami datang ke Darul Hadits Dammaj hanya untuk berkunjung semata, akan tetapi –Alhamdulillah-
kami datang ke Darul Hadits Dammaj dengan niat untuk menuntut ilmu
supaya akan terangkat dari kami kebodohan, dengan itu pula kami berharap
untuk tidak seperti para hizbiyyin dan para pengkhianat, mereka datang
ke Darul Hadits Dammaj dengan penuh dosa dan kebodohan ketika mereka
pulangpun masih membawa dosa dan kebodohan tersebut, bahkan ketika
mereka sudah sampai ke kediaman mereka masih terus terpupuk dosa dan
kebodohan sehingga terus tumbuh subur –kami memohon kepada Allah supaya tidak menjadikan kami seperti mereka–.
Bergembiralah wahai para penuntut ilmu yang masih berada di Darul Hadits Dammaj dengan berita yang disampaikan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
«مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ
فِيه عِلْمًا سَهَّل الله له بِه طرِيقًا إلى الجَنَّةِ. وَإِنَّ
الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي
الْأَرْضِ. وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ
وَمَنْ فِي الْأَرْضِ. حَتَّى الحِيتانُ في الماءِ. وَإِنَّ فَضْلَ
الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ
الْكَوَاكِبِ. وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ
الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِرْهَمًا وَلَا دِيْنَارًا وَإِنَّمَا
وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ».
“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu
maka Allah mudahkan baginya jalan menuju jannah. Sesungguhnya malaikat
meletakan sayap-sayapnya ridha kepada penuntut ilmu, dan sesungguhnya
penuntut ilmu dimintakan ampun oleh siapa saja yang di langit dan di bumi,
sampai-sampai ikan-ikan di dalam air (ikut memintakan ampun kepadanya).
Dan bahwasanya keutamaan atas orang yang berilmu terhadap orang yang
beribadah seperti keutamaan bulan dengan seluruh bintang-bintang,
sesungguhnya para ulama adalah pewarisnya para nabi, para nabi tidaklah
mereka mewariskan dinar dan dirham hanyalah yang mereka wariskan adalah
ilmu maka barangsiapa mengambilnya maka sungguh dia telah mengambil
dengan pengambilan yang banyak”. (Hadits ini shahih, diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban dari Abud Darda’ –semoga Allah meridhainya-).
BAB IV
KABAR GEMBIRA BAGI YANG SABAR DI ATAS UJIAN
DAN COBAAN KETIKA MENUNTUT ILMU
KABAR GEMBIRA BAGI YANG SABAR DI ATAS UJIAN
DAN COBAAN KETIKA MENUNTUT ILMU
Tidak ada sesuatu yang terindah bagi
seseorang ketika menghadapi ujian daripada kesabaran, betapa indahnya
apa yang dikatakan oleh Abu Yusuf ‘Alaihis Salam ketika beliau diuji dengan dipisahkannya antara beliau dengan putra kesayangannya Yusuf ‘Alaihimas Salam:
﴿فَصَبْرٌ جَمِيلٌ وَاللهُ الْمُسْتَعَانُ﴾ [يوسف: 18]
“Maka kesabaran yang indah itulah (kesabaranku), dan kepada Allah tempat meminta pertolongan”. (Yusuf: 18).
Sudah merupakan ketetapan dari Allah Ta’ala
bahwa orang yang beriman pasti akan diuji dan diberi cobaan, ujian dan
cobaan bagi setiap orang yang beriman itu akan datang dengan bergantian
dan berbagai macam model, terkadang ujian dan cobaan yang datang itu
berupa penderitaan, kesengsaraan, kesedihan, penyakit dan rasa
kekhawatiran lebih-lebih ketika peperangan, terkadang orang-orang yang
berjuang di dalam pertempuran atau ketika berjaga-jaga di
perbatasan-perbatasan merasa khawatir apalagi kalau melihat musuh
memiliki kekuatan dan perlengkapan dari kemeliteran, lebih-lebih kalau
musuh sudah mengepung, tapi bagi orang-orang yang beriman tentu akan
selalu bersabar karena dia menyadari bahwa Allah Ta’ala telah menentukan dan mengatur segala apa yang di langit dan di bumi beserta segala isinya, Allah Ta’ala berkata:
﴿أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا
الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ
مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ
الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آَمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ
نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ﴾ [البقرة: 214]
“Apakah kalian mengira bahwa kalian
akan masuk jannah (surga), padahal belum datang kepada kalian (cobaan)
sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kalian? mereka ditimpa
oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah seorang Rasul dan orang-orang
yang beriman bersamanya: “Kapan akan datang pertolongannya Allah?”
Ketahuilah sesungguhnya pertolongan Allah itu sangat dekat”. (Al-Baqarah: 214).
Allah Ta’ala juga berkata:
﴿أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا
الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللهُ الَّذِينَ جَاهَدُوا مِنْكُمْ
وَيَعْلَمَ الصَّابِرِينَ (142) وَلَقَدْ كُنْتُمْ تَمَنَّوْنَ الْمَوْتَ
مِنْ قَبْلِ أَنْ تَلْقَوْهُ فَقَدْ رَأَيْتُمُوهُ وَأَنْتُمْ تَنْظُرُونَ
(143)﴾ [آل عمران : 142 - 144]
“Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk jannah, padahal belum Allah nyatakan orang-orang yang berjihad diantara kalian dan belum dinyatakan orang-orang yang bersabar.
Sesungguhnya kalian mengharapkan mati (syahid) sebelum kalian
menghadapinya; (sekarang) sungguh kalian telah melihatnya dan kalian
menyaksikannya”. (Ali Imran: 142-144).
Para penuntut ilmu seringkali diuji
dengan penderitaan berupa kekurangan, kelaparan dan penyakit, tidak
ketinggalan pula ujian berupa ancaman kematian. Ketika seseorang
mendengar, melihat atau menyaksikan langsung ujian yang saat ini terjadi
di Darul Hadits Dammaj maka mereka akan menyimpulkan bahwa itu
merupakan salah satu dari ujian yang sangat berat, namun bagi seseorang
yang beriman tentu akan menyadari bahwa di balik ujian tersebut terdapat
hikmah yang sangat indah dan menggembirakan, Al-Imam Ahmad berkata:
Telah menceritakan kepadaku Abdurrahman bin Mahdi, beliau berkata: Telah
menceritakan kepadaku Sulaiman bin Mughirah dari Tsabit dari
Abdurrahman bin Abi Laila dari Shuhaib, beliau berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«عَجِبْتُ مِنْ قَضَاءِ اللهِ
لِلْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَ الْمُؤْمِنِ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَلِكَ
إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ فَشَكَرَ كَانَ خَيْراً
لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ فَصَبَرَ كَانَ خَيْراً لَهُ».
“Sangat mengagumkanku tentang
keputusannya Allah kepada orang yang beriman; sesungguhnya perkaranya
orang yang beriman semuanya baik dan tidaklah yang demikian itu ada
melainkan hanya kepada orang yang beriman; jika
ditimpkan kepadanya perkara yang menyenangkan lalu dia bersyukur maka
itu adalah suatu kebaikan baginya, dan jika ditimpakan kepadanya perkara
yang menyedihkan lalu dia bersabar maka itu adalah suatu kebaikan
baginya”.
BAB V
KABAR GEMBIRA BAGI YANG SENANG DENGAN
PERJUMPAAN KEPADA ROBBNYA
KABAR GEMBIRA BAGI YANG SENANG DENGAN
PERJUMPAAN KEPADA ROBBNYA
Ketika seseorang yang beriman merasa ridha dan merasa puas dengan apa yang Allah Ta’ala
tetapkan baginya maka dia akan selalu siap, kapanpun kematian akan
menjemputnya maka dia selalu di atas keadaan senang dan ridha,
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tentang sifat-sifat orang yang seperti ini sebagaimana perkataan-Nya:
«مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللهِ أَحَبَّ اللهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللهِ كَرِهَ اللهُ لِقَاءَهُ».
“Barangsiapa yang senang dengan
perjumpaan kepada Allah maka Allah-pun senang berjumpa dengannya dan
barangsiapa yang membenci perjumpaan dengan Allah maka Allahpun membenci
berjumpa dengannya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Ubadah bin Shamit, Abu Musa Al-Asy’ari dan Aisyah)
BAB VI
PARA PENGECUT, PENGKHIANAT DAN SIAPA SAJA YANG LARI
DARI PEPERANGAN PASTI JUGA AKAN MATI
PARA PENGECUT, PENGKHIANAT DAN SIAPA SAJA YANG LARI
DARI PEPERANGAN PASTI JUGA AKAN MATI
Allah Ta’ala berkata:
﴿أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكُكُمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِي بُرُوجٍ مُشَيَّدَةٍ﴾ [النساء: 78]
“Di mana saja kalian berada,
kematian akan menjemput kalian, walaupunpun kalian berada di dalam
benteng yang tinggi lagi kokoh”. (An-Nisa: 78).
Sifat pengecut dan takut mati adalah
salah satu dari sifat-sifat yang tercela, bahkan dia termasuk dari
sifat-sifat kaum munafiqin, oleh karena itu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berlindung kepada Allah dari sifat tersebut:
«اللَّهمَّ إني أَعوذ بك من
الجُبْنِ، وأعُوذُ بك من البُخْلِ، وأَعوذُ بك أنْ أُرَدَّ إِلى أرذَلِ
العُمر، وأعوذُ بك من فِتْنَةِ الدَّجال، وأعوذُ بك من عَذَابِ القَبْرِ».
“Ya Allah sesungguhnya aku
berlindung kepada-Mu dari berjiwa penakut dan aku berlindung kepada-Mu
dari sifat bakhil (pelit), dan aku berlindung kepada-Mu pendeknya umur,
dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur”. (HR. Al-Bukhari dan At-Tirmidzi, dan beliau berkata: Hadits ini hasan shahih).
BAB VII
KEMATIAN ADALAH UJIAN BAGI ORANG-ORANG YANG BAIK
DAN ORANG-ORANG YANG JELEK
KEMATIAN ADALAH UJIAN BAGI ORANG-ORANG YANG BAIK
DAN ORANG-ORANG YANG JELEK
Allah Ta’ala berkata:
﴿كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ﴾ [الأنبياء: 35]
“Setiap yang berjiwa pasti akan
merasakan kematian. Dan Kami akan menguji kalian dengan keburukan dan
kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada
kamilah kalian dikembalikan”. (Al-Anbiya’: 35). Orang-orang yang
beriman apabila diberikan ujian dan cobaan mereka bersabar, mereka
menyadari bahwa apa yang mereka miliki berupa kebaikan dan apa yang
mereka rasakan dari sebab kejelakan adalah ujian pula. Bila mereka
ditimpa musibah maka ucapan mereka:
﴿إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ﴾ [البقرة: 156]
“Sesungguhnya Kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah Kami kembali”. (Al-Baqarah:
156). Karena mereka bersabar dengan musibah yang mereka hadapi maka
mereka mendapatkan jaminan rahmat dan keselamatan dari Robb mereka dan
mereka selalu diberi petunjuk, Allah Ta’ala berkata:
﴿أُولَئِكَ عَلَيْهِمْ صَلَوَاتٌ مِنْ رَبِّهِمْ وَرَحْمَةٌ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُهْتَدُونَ﴾ [البقرة: 157]
“Mereka itulah yang mendapat
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Robb mereka dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk”. (Al-Baqarah: 156). Bila seseorang bersabar dan siap menerima apa saja yang Allah Ta’ala tetapkan maka dia adalah termasuk dari orang-orang yang beriman dan Allah Ta’ala telah menjanjikan kepada mereka berupa jannah (surga), Allah Ta’ala berkata:
﴿جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ
جَنَّاتُ عَدْنٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا
أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْه﴾ [البينة: 8]
“Balasan mereka di sisi Robb mereka
adalah Jannah ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal
di dalamnya selama-lamanya, Allah ridha kepada mereka dan merekapun
ridha kepada-Nya”. (Al-Bayyinah: 8).
BAB VIII
MENGHARAPKAN MATI SYAHID
MENGHARAPKAN MATI SYAHID
Mati syahid merupakan salah satu nikmat dari nikmat-nikmat Allah Ta’ala
yang Dia berikan kepada siapa yang Dia anggap berhak meraihnya.
Orang-orang yang beriman tentu sangat mendamba-dambakan untuk memperoleh
nikmat yang paling besar tersebut, karena keutamaan dan agungnnya maka
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ
وَدِدْتُ أَنِّي أُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَأُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا
ثُمَّ أُقْتَلُ ثُمَّ أُحْيَا ثُمَّ أُقْتَلُ»
“Dan demi jiwaku yang ada di
Tangan-Nya; aku sungguh senang aku terbunuh di jalan Allah, aku terbunuh
kemudian aku hidup kemudian aku terbunuh kemudian aku hidup kemudian
aku terbunuh”. (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah).
Ketika seseorang telah mengetahui betapa
nikmat dan mulianya mati syahid maka tentu dia akan berharap untuk
meraihnya, teringat dengan apa yang pernah terjadi di Darul Hadits
Dammaj ketika kaum Rowafidh melakukan pergerakan dengan menjadikan Darul
Hadits Dammaj sebagai sasaran mereka dalam pembantaian maka bangkitlah
guru kami Abu Abdirrazzaq Riyadh Al-Udaini –semoga Allah merahmatinya-
melakukan pembelaan terhadap dakwah ahlussunnah yang ada di Darul
Hadits Dammaj, beliau sangat gigih dan pemberani, ketika terdengar bunyi
tembakan maka beliau selalu menuju ke tempat-tempat penjagaan di
perbatasan-perbatasan, beliau selalu mendatangi dan mengawasi
saudara-saudaranya yang berasal dari Indonesia yang sedang berjaga-jaga
di Wadi’[2], di tengah-tengah kesibukan, beliau tidak luput dari berdoa dan meminta kepada Allah Ta’ala
untuk menjadikannya sebagai para syuhada, bila beliau pulang ke
rumahnya di Mazra’ah ketika bertemu dengan putri kecilnya maka beliau
langsung berdo kepada Allah Ta’ala untuk menjadikannya sebagai
seorang yang mati syahid maka putrid kecilnya mengaminkan doanya, dalam
waktu tidak lama kemudian beliau terbunuh di perbatasan antara Darul
Hadits Dammaj dengan Wathon pemukiman Rawafidh –semoga Allah merahmati dan mengumpulkannya bersama para syuhada’-.
BAB IX
MENCARI MATI SYAHID DENGAN CARA-CARA YANG KELIRU
MENCARI MATI SYAHID DENGAN CARA-CARA YANG KELIRU
Setiap orang yang beriman tentunya
ketika sudah mengetahui keutamaan dan mulianya mati syahid maka tentu
akan berupaya untuk meraihnya, sampai-sampai terkadang didapati banyak
dari manusia melakukan cara-cara yang keliru untuk meraihnya, namun Ath-Thayyib (Allah Yang Maha Baik) telah membuat ketentuan tersendiri sebagaimana perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:
«أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا».
“Wahai manusia sesungguhnya Allah adalah Ath-Thayyib (Maha Baik), Dia tidak menerima kecuali yang baik”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah). Dan Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga berkata:
«مَن أَحْدَث فِي أمْرِنا هذا ما لَيْسَ مِنْه فَهَوَ رَدّ»
“Barangsiapa mengada-adakan (sesuatu perkara) dalam urusan Kami ini yang dia bukan bagian darinya maka dia tertolak”. (HR. Bukhari dan Muslim dari Aisyah dan di dalam riwayat Muslim Beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنْ عَمِلَ عَملا لَيْسَ عَلَيْه أمْرِنا فهو رَدّ»
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang amalan tersebut bukan dari urusan Kami maka dia tertolak”.
Diantara cara-cara yang keliru tersebut adalah:
- Bunuh Diri dalam Peperangan.
Kebanyakan pergerakan saat ini
seringkali para pelakunya menggunakan cara bunuh diri untuk melumpuhkan
kekuatan lawan sebagaimana yang telah dilakukan oleh jaringan
teroris-khawarij semisal Al-Kaidah, pengikut Juhaiman, pengikut Usamah
bin Ladin, Ikhwanul Muslimin dan Hizbut Tahrir atau yang memiliki
prinsip sama dengan mereka. Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan bunuh
diri adalah merupakan perbuatan tercela dan termasuk dosa dari dosa-dosa
besar, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata:
«مَنَ قَتَلَ نَفْسَهُ
بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِى يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِى بَطْنِهِ فِى
نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا».
“Barangsiapa membunuh dirinya dengan
besi maka besi yang ada di tangannya akan terhunus pada perutnya di
neraka jahannam, dia kekal di dalam neraka jahannam selama-lamanya”. (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
- Menggunakan Fasilitas dan Peralatan Perang Yang Haram
Menggunakan fasilitas atau peralatan
perang yang diperoleh dari hasil curian atau merampas dengan berbagai
macam cara terhadap hak dakwah yang telah dipegang oleh saudaranya
sesama muslim adalah merupakan praktek yang seringkali didapati di
kalangan hizbiyyin, ketika mereka melihat orang-orang selain mereka
dipercayakan sebagai pemegang urusan dakwah semisal masjid, ma’had dan
fasilitas serta sarana prasarana lainnya maka mereka berusaha untuk
memperolehnya, mereka mulai melakukan trik dan cara-cara licik berupa
mendatangi penguasa atau tokoh-tokoh yang berpengaruh di tengah-tengah
mereka sehingga hak dakwah tersebut beralih atau berpindah ke
tangan-tangan mereka, cara-cara seperti ini bukan merupakan perkara baru
tapi bahkan telah dipraktekan pula oleh kaum musyrikin Quraisy ketika
sebagian shahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam hijrah ke
Habasyah dengan mendapatkan pelayanan dan fasilitas yang luar biasa maka
kaum musyrikin Quraisy mendatangi penguasa Habasyah, supaya apa yang
telah diperoleh para shahabat menjadi sirna.
Begitu pula semangatnya para hizbiyyin dalam mencari mati syahid sampai-sampai mereka meminta-minta
harta manusia, dengan harta itu kemudian mereka gunakan untuk berangkat
jihad sebagaimana yang pernah terjadi ketika mereka ke Ambon dengan
menggunakan dana hasil meminta-minta, jadi tidak heran kalau kemudian
sifat-sifat itu masih membekas pada sebagian dari mantan anggota-anggota
mereka yang sangat berambisi untuk memperoleh fasilitas atau
perlengkapan dakwah yang telah dipegang oleh orang lain.
[1]
Sungguh merupakan keajaiban ketika terjadi jihad yang tercampur dengan
kejahatan mereka berbondong-bondong terjun dan mereka menghiasi
diri-diri mereka dengan nama “Laskar Jihad (LJ) Ahlussunnah wal Jama’ah”
dengan tanpa memperdulikan atauran-aturan Islam namun ketika terjadi
jihad yang sebenarnya seperti yang terjadi sekarang ini di Dammaj yaitu
melawan anjing-anjing neraka (musuh kaum muslimin dan musuh para
shahabat Nabi yang mulia) mereka kabur, bahkan Maling Kandang alias Dzul Akmal
ikut tampil memiliki visi dan misi dengan para laskarnya berupaya untuk
menjauhkan manusia dari Darul Hadits Dammaj, maka kami sangat khawatir
kalau pendalilan Maling Kandang (Dzul Akmal) dalam rekaman “Oleh-oleh dari Umrahnya” akan menghujati dirinya:
«يَقْتُلُونَ أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الأَوْثَانِ».
“Mereka membunuh orang-orang yang masih beragama Islam dan mereka membiarkan para penyembah berhala”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri).
Telah diketahui bersama bahwa kaum Rawafidh lebih biadad dan lebih najis daripada kaum musyrikin arab terdahulu, karena kaum musyirikin arab dahulu ketika masuk bulan haram mereka menghentikan peperangan dan mereka membuka jalan sehingga para shahabat bebas keluar masuk kota Madinah adapun kaum Rawafidh mereka tidak perduli dengan bulan-bulan haram, mereka tetap membunuh dan melakukan embargo. adapun kesamaan mereka dalam menyekutukan Allah Ta’ala adalah diantaranya: Kaum musrikin arab menganggap berhala-berhala mereka sebagai sesembahan selain Allah sedangkan kaum Rawafidh menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai sesembahan selain Allah.
«يَقْتُلُونَ أَهْلَ الإِسْلاَمِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الأَوْثَانِ».
“Mereka membunuh orang-orang yang masih beragama Islam dan mereka membiarkan para penyembah berhala”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri).
Telah diketahui bersama bahwa kaum Rawafidh lebih biadad dan lebih najis daripada kaum musyrikin arab terdahulu, karena kaum musyirikin arab dahulu ketika masuk bulan haram mereka menghentikan peperangan dan mereka membuka jalan sehingga para shahabat bebas keluar masuk kota Madinah adapun kaum Rawafidh mereka tidak perduli dengan bulan-bulan haram, mereka tetap membunuh dan melakukan embargo. adapun kesamaan mereka dalam menyekutukan Allah Ta’ala adalah diantaranya: Kaum musrikin arab menganggap berhala-berhala mereka sebagai sesembahan selain Allah sedangkan kaum Rawafidh menganggap Ali bin Abi Thalib sebagai sesembahan selain Allah.
[2]
Ketika giliran kami untuk berjaga-jaga maka datanglah beliau lalu kami
memasangkan selimut di atas pohon supaya terik matahari tidak mengenai
kami yang berada di bawah pohon, beliau menyarankan kepada kami untuk
tidak melakukan itu karena khawatir selimutnya akan sobek dikarenakan
pohon tersebut banyak durinya, kemudian kami menyatakan: Tidak mengapa,
maka beliau menasehatkan kepada kami agar tetap tidak menggunakan
selimut itu karena itu milik dakwah dan milik dakwah tentu sangat berat
tanggung jawabnya, dan beliau berkata: “Hati-hatilah dari kepemilikan
dakwah, karena dia bukan perkara remeh”. Beliau ketika datang di tempat
jaga kami, beliau membawa beberapa butir peluru dan beliau menyuruh kami
untuk menggunakannya sebagai latihan tembak-menembak karena Syaikh kami
Yahya bin Ali –semoga Allah menjaganya- mengizinkan peluru
tersebut untuk latihan, namun beberapa hari kemudian menjelang
kematiannya beliau membeli lagi peluru untuk mengganti peluru yang telah
digunakan tersebut, beliau –semoga Allah merahmatinya- sangat
berhati-hati dengan milik dakwah. Begitu pula ketika beliau melihat kami
membawa sebuah senjata dakwah maka beliau bertanya: Kenapa kamu membawa
senjata itu? Bukankah senjata itu milik dakwah? Maka kami menjawab:
Kami berani membawanya karena ini sudah diputuskan bahwa kami yang
memegangnya dan kalau kami sudah tidak menginginkannya maka boleh bagi
kami untuk menyerahkan kepada yang lain, dan kami membawa senjata
tersebut ketika itu masih dalam peperangan dan guru kami Riyadh –semoga Allah merahmatinya-
belum meninggal. Dan senjata tersebut terus kami pegang, setelah
setahun lebih atau dua tahun senjata tersebut kami pegang dan kami rawat
dengan perawatan yang baik, tiba-tiba muncul sebagian orang-orang
Indonesia yang sok tahu menahu menuntut dan melakukan opini supaya
senjata tersebut beralih kepada mereka. Maka cukuplah apa yang dinasehatkan oleh guru kami Riyadh –semoga Allah merahmatinya-
sebagai pengingat bagi kami terhadap kepemilikan dakwah, karena yang
namanya kepemilikan dakwah itu sering diributkan dan diperebutkan
walaupun sebenarnya mereka mampu untuk membeli dan memperolehnya dari
diri mereka sendiri –kami berlindung kepada Allah dari segala kejelakan dan fitnah-.
Kisah berikut ini menjadi salah satu dari sekian banyak bukti bahwa Al Qur’an ketika dibacakan mempunyai kekuatan persuasif yang luar biasa. Susunan redaksi, pilihan kosa kata serta kandungan yang tersirat dan tersurat mampu menggetarkan jiwa sebagian orang yang membaca atau mendengarnya. Utbah al Ghulam adalah seorang penjahat besar yang hidup di daerah Basrah (Irak). Seorang penjahat yang sangat ditakuti karena terkenal dengan kekejamannya dan tak segan untuk menghabisi atau membunuh korbannya. Utbah juga sangat benci terhadap orang-orang yang rajin beribadah, hatinya geram setiap kali melihat orang-orang pergi ke masjid. Hingga suatu hari, entah apa yang terbersit dalam hatinya, timbul rasa iseng untuk ikut mendengarkan apa yang disampaikan oleh penceramah pada acara pengajian. Lalu dengan menggunakan penutup muka untuk menyamarkan wajahnya, dia ikut masuk ke dalam masjid. Kebetulan saat itu yang memberikan ceramah adalah imam Hasan al Bashri seorang ulama terkemuka di kota Basrah. Beliau menguraikan surat Al hadid ayat 16 : “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” Usai panjang lebar menjelaskan ayat tersebut, imam Hasan al Bashri menyeru kepada para hadirin terutama bagi orang-orang yang berdosa untuk segera bertobat. Banyak diantaranya yang menangis menyesali segala perbuatan dosanya. Tiba-tiba ada seseorang yang bangkit dan bertanya “Bagaimana jika dosa orang tersebut sudah sangat banyak, misalnya sudah membunuh ratusan orang?” Imam Hasan al Bashri pun menjawab : “Allah akan memafkan dan mengampuni, asal bertobat dengan sungguh-sungguh, meskipun dosamu sebesar dosa Utbah al Ghulam.” Mendengar jawaban tersebut, tiba-tiba laki-laki yang tadi bertanya, menangis meraung-raung dan kemudian jatuh pingsan. Setelah disingkap cadarnya ternyata orang itu adalah Utbah al Ghulam, penjahat terkenal itu. Setelah sadar, imam Hasan al Bashri pun menasihatinya “Bila kamu tahan sentuhan api neraka, maka teruslah melakukan kejahatan, jika tidak maka segerahlah bertobat! Dengan dosa-dosa yang kamu lakukan, berarti telah menghina dan membebani dirimu sendiri. Lepaskanlah dirimu dari dosa itu dengan sungguh-sungguh!” Sejak saat itu, Utbah al Ghulam bertekad dan mengikrarkan diri untuk bertobat kepada Allah dengan sungguh-sungguh (taubatan nasuha).
Kisah berikut ini menjadi salah satu dari sekian banyak bukti bahwa Al Qur’an
ketika dibacakan mempunyai kekuatan persuasif yang luar biasa. Susunan
redaksi, pilihan kosa kata serta kandungan yang tersirat dan tersurat
mampu menggetarkan jiwa sebagian orang yang membaca atau mendengarnya.
Utbah al Ghulam adalah seorang penjahat besar yang hidup di daerah Basrah (Irak). Seorang penjahat yang sangat ditakuti karena terkenal dengan kekejamannya dan tak segan untuk menghabisi atau membunuh korbannya.
Utbah juga sangat benci terhadap orang-orang yang rajin beribadah, hatinya geram setiap kali melihat orang-orang pergi ke masjid. Hingga suatu hari, entah apa yang terbersit dalam hatinya, timbul rasa iseng untuk ikut mendengarkan apa yang disampaikan oleh penceramah pada acara pengajian. Lalu dengan menggunakan penutup muka untuk menyamarkan wajahnya, dia ikut masuk ke dalam masjid.
Kebetulan saat itu yang memberikan ceramah adalah imam Hasan al Bashri seorang ulama terkemuka di kota Basrah. Beliau menguraikan surat Al hadid ayat 16 :
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Usai panjang lebar menjelaskan ayat tersebut, imam Hasan al Bashri menyeru kepada para hadirin terutama bagi orang-orang yang berdosa untuk segera bertobat. Banyak diantaranya yang menangis menyesali segala perbuatan dosanya.
Tiba-tiba ada seseorang yang bangkit dan bertanya “Bagaimana jika dosa orang tersebut sudah sangat banyak, misalnya sudah membunuh ratusan orang?” Imam Hasan al Bashri pun menjawab : “Allah akan memafkan dan mengampuni, asal bertobat dengan sungguh-sungguh, meskipun dosamu sebesar dosa Utbah al Ghulam.”
Mendengar jawaban tersebut, tiba-tiba laki-laki yang tadi bertanya, menangis meraung-raung dan kemudian jatuh pingsan. Setelah disingkap cadarnya ternyata orang itu adalah Utbah al Ghulam, penjahat terkenal itu.
Setelah sadar, imam Hasan al Bashri pun menasihatinya “Bila kamu tahan sentuhan api neraka, maka teruslah melakukan kejahatan, jika tidak maka segerahlah bertobat! Dengan dosa-dosa yang kamu lakukan, berarti telah menghina dan membebani dirimu sendiri. Lepaskanlah dirimu dari dosa itu dengan sungguh-sungguh!”
Sejak saat itu, Utbah al Ghulam bertekad dan mengikrarkan diri untuk bertobat kepada Allah dengan sungguh-sungguh (taubatan nasuha).
Utbah al Ghulam adalah seorang penjahat besar yang hidup di daerah Basrah (Irak). Seorang penjahat yang sangat ditakuti karena terkenal dengan kekejamannya dan tak segan untuk menghabisi atau membunuh korbannya.
Utbah juga sangat benci terhadap orang-orang yang rajin beribadah, hatinya geram setiap kali melihat orang-orang pergi ke masjid. Hingga suatu hari, entah apa yang terbersit dalam hatinya, timbul rasa iseng untuk ikut mendengarkan apa yang disampaikan oleh penceramah pada acara pengajian. Lalu dengan menggunakan penutup muka untuk menyamarkan wajahnya, dia ikut masuk ke dalam masjid.
Kebetulan saat itu yang memberikan ceramah adalah imam Hasan al Bashri seorang ulama terkemuka di kota Basrah. Beliau menguraikan surat Al hadid ayat 16 :
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”
Usai panjang lebar menjelaskan ayat tersebut, imam Hasan al Bashri menyeru kepada para hadirin terutama bagi orang-orang yang berdosa untuk segera bertobat. Banyak diantaranya yang menangis menyesali segala perbuatan dosanya.
Tiba-tiba ada seseorang yang bangkit dan bertanya “Bagaimana jika dosa orang tersebut sudah sangat banyak, misalnya sudah membunuh ratusan orang?” Imam Hasan al Bashri pun menjawab : “Allah akan memafkan dan mengampuni, asal bertobat dengan sungguh-sungguh, meskipun dosamu sebesar dosa Utbah al Ghulam.”
Mendengar jawaban tersebut, tiba-tiba laki-laki yang tadi bertanya, menangis meraung-raung dan kemudian jatuh pingsan. Setelah disingkap cadarnya ternyata orang itu adalah Utbah al Ghulam, penjahat terkenal itu.
Setelah sadar, imam Hasan al Bashri pun menasihatinya “Bila kamu tahan sentuhan api neraka, maka teruslah melakukan kejahatan, jika tidak maka segerahlah bertobat! Dengan dosa-dosa yang kamu lakukan, berarti telah menghina dan membebani dirimu sendiri. Lepaskanlah dirimu dari dosa itu dengan sungguh-sungguh!”
Sejak saat itu, Utbah al Ghulam bertekad dan mengikrarkan diri untuk bertobat kepada Allah dengan sungguh-sungguh (taubatan nasuha).
Langganan:
Postingan (Atom)